MAKALAH ISTIMDAD DALAM USHUL FIQIH
MAKALAH ISTIMDAD DALAM ISLAM
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sumber hukum ushul fiqih
Para ulama membagi dalil hukum syara’ menjadi
dua, pertama dalil yang disepakati (muttafaq) dan dalil yang tidak disepakati
(mukhtalaf).
Dalil yang disepakati terdiri dari empat macam
, yaitu Al-Qur’an , hadis , ijma’ , qiyas. Mereka juga bersepakat pada urutan
prioritas penggunannnya yang harus digunakan secara tertib , tidak boleh
melompat. Konsekuensinya apablia terjadi suatu peristiwa maka harus dilihat
hukumnya terlebih dahulu didalam Al-Qur’an, jika tidak ditemukan ,maka dilihat
hukumnya dalam hadis, jika tidak ditemukan maka dilihat hukumnya didalam ijma’,
jika tidak ditemukan juga , maka berijtihad untuk meendapatkan hukumnya dengan
menggunakan qiyas. Hal ini di dasari oleh
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ
مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن
كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلاً
Artinya Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa /4:59)
Adapun dalil-dalil yang tidak disepakati
(mukhtalaf) menurut Wahabah Zuhaeli ada tujuh , yaitu istishan, maslahah
mursalah (istislah), istishab,urf , mazhab sahabi, syar’u man qoblana, dan
saddu al-zariah.[1]
2. Sumber Pengambilan Ushul Fiqih
Sumber pengambilan ushul fiqih itu berasal
dari
a. Ilmu kalam (Theologi)
Ilmu kalam dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang berisi alasan-alasna untuk mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng
Menurut Harun Nasution, ilmu kalam
membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin
menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi (ilmu
yang membahas permasalahan aqidah) yang terdapat di dalam agama yang dianutnya.
Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang mendasar
pada landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman.[2]
b. Bahasa Arab
Bahasa arab penting, karena Al-Qur’an dan
as-sunnah adalah berbahasa arab , sedangkan ushul fiqih itu suatu kegiatan
mengistinbathkan hukum berdasarkan Al-Qur’an dan As sunnah itu, untuk
memahaminya tentu menggunakan bahasa arab dan ilmu lain yang terkait dengan
bahsa arab misalnya ilmu mantiq,balaghoh maupun nahwu shorofnya.[3]
Tujuan Syara’ (maqashid Asy-syariah)
Al kulliyatul khams (lima pokok pilar) atau disebut dengan maqashid
asy.syariah (tujuan umm syariah). Lima pokok pilar tersebut adalah sebagai
berikut
1. Hifdz a-dien, menjamin kebebasan beragama
2. Hifdz an-nafs, memelihara kelangsungan hidup
3. Hifdz al’aql, menjamin kreatifitas berfikir
4. Hifdz al-nasl, menjamin keturunan dan
kehormatan
5. Hifdz al- mal, pemilikan harta, properti dan
kekayaan.
Jika perjuangan umat islam mengabaikan hal-hal ini, maka runtuhlah
nilai-nilai islam yg substensial.
Metodelogi maqashid al-syariah berasumsi bahwa dalam setiap wacana yang
berkembang, umat islam masih kurang memperhatikan pijakan-pijakan dasar dari setiap
metodologi. Apa yang di perbincangkan dalam setiap pembicaraan mengenai politik
islam selama ini terkesan lebih di dominasi wacana keislaman yang sloganistik
dan simbolik. Setiap ada gagasan
“-gagasan baru yang muncul selalu meninmbulkan kontroversi, dalam menanggapinya lebih pada kulit luar bukan pada aspek metodologinya.
“-gagasan baru yang muncul selalu meninmbulkan kontroversi, dalam menanggapinya lebih pada kulit luar bukan pada aspek metodologinya.
Jika ada kontradiksi antara teori
maqoshid al-syariah dengan firman tuhan, lantas dimanakah letak “kebenran” dalam
penentuan ada dan tiadanya “hukum Allah” dlm soal muammalah ini? Prtnyaan
klasik inilah yang harus segera dijawab oleh para pemikir islam, maqoshid
al-syariah yang dijadikan dasar-dasar pijakan penentuan hukum islam.[4]
Hal itu disebabkan bahwa sumber hukum (dalil
hukum) yang merupakan objek bahasan ilmu ushul fiqih diyakini dari Allah SWT.
Hal tersebut merupakan bahasan ilmu kalam.[5]
Khudari
Bek (1988:15) menyebut ilmu kalam diatas dengan istilah ilmu tauhid dan
ilmu fiqih. Hal ini karena ulama tauhid menetapkan bahwa yang berada diantara
dua pinngir (baina daftain) adalah firman Allah. Kemudian ushul fiqih membahas
dalallah lafazh , penggunaan lafazh dan ruang lingkup lafazh, seperti “amm, khash dan sebagainya . Padahal, semuanya
ini berkaitan dengan ilmu Bahasa Arab, sehingga secara otomatis ilmu ushul
fiqih lahir atau bersumber dari ilmu Bahasa Arab . Pengetahuan hukum tidak
terlepas dari ruh tasyri’ , tujuan hukum (maqasid Asy-ariyah ) dan hakikat
hukum . Pengetahuan tentang ini diperlukan agar mampu menetapkan hukum yang tepat
dan mengandung kemaslahatan . Dengan demikian Khudari Bek (1988:15) memasukkan
ruh tasyri’ sebagai salah satu pendorong lahirnya ilmu ushul fiqih.[6]
3.Perbandingan
madzhab
Dasar madzhab abu hanifah
Abu hanifah berpegang pada riwayat orang yang
kepercayaan dan menjauhkan diri dari keburukan dan meperhatikan muamalat
manusia dan adat serta urf’ mereka itu . beliau memegangi qiyas. Kalu tidak
baik dalam satu-satu masalah didasarkn kepada qiyas , beliau memegangi istihsan
selama yang demikian itu dapat dilakukan. Kalau tidak, beliau berpegang kepada
adat dan urf. Ringkasnya, dasar abu hanifah, ialah:
1. Kitabullah
2. Sunnah rosulullah dan atsar-atsar yang shohih
yang telah masyhur diantara para ulama.
3. Fatwa para sahabat
4. Qiyas
5. Istihsan
6. Adat dan huruf
Dasar” madzhab malik
Imam malik mendasarkan fatwanya kepada:
1. Kitablullah
2. Sunnah rosul yang beliau pandang baik
3. Amal ulama madinah (ijma ahli madinah). Dan
terkadang baliau menolak hadis apabila berlawanan atau tidak diamalkan oleh ulama madinah. Dalam hal ini banyak
ulama yang menentangnya. Qiyas diantaranya: as-syafi’i dalam al-umm dan abu
yusuf.
4. Qiyas
5. Maslahat mursalah atau istihsan
Dasar” imam as-syafi’i
Dazar madzhab asy-syafi’i dibukukan dalam risalah
ushulnya . Beliau berpegang pada:
1.Dhohir-dhohir Al-Qur’an selama belum ada
dalil yang menegaskan bahwa yg dimaksud
bukan dhohirnya.
2. Sunnaatur rasul
As-syafi’i mempertahankan hadis ahad selama
perawinya kepercayaan , kokoh ingatan dan bersambung sanadnya kpd rasul. Beliau
tidak mensyaratkan selain daripada itu. Lantaran itulah beliau dipandang
pembela hadis . beliau mnyamakn sunnah yang shohih dg Al-Qur’an.
3.ijma menurut pahamnya ialah: “tidak
diketahui ada perselisihan pada hukum yang dimaksdkan”. Beliau berpendapat
bahwa meyakini telah trjadi persesuaian paham segala ulama tidak mungkin.
4.Qiyas. beliau menolak dasar istihsan dan
dasar istishlah
5.istidlal
Dasar” madzhab ahmad ibnu hanbal
Dasar madzhab ahmad mnurut kterangan al imam
ibnu Qaiyim, ada lima:
1. Nash Al Qur’an dan hadis marfu’
Ahmad tidak meninggalkan hadis lantaran ketetapan itu berlawanan dengan
faham orang banyak
2. Fatwa-fatwa sahabat.
3. Fatwa sahabat yang lebih dekat kepada
al-qur’an dan as-sunnah, jika fatwa-fatwa itu berlawan-lawanan.
4. Hadis mursal dan hadis dlaif.
Bilamana beliau tidak mendapat sesuatu yang
sudah tersebut. Beliau memegang hadis mursal dan hadis dlaif. Jika tidak ada
yang menolaknya. Dan beliau maksudkan dengan hadis dlaif. Hadis yang tidak
sampai derajatnya kepada sohih.;bukan yang lemah benar.
5. Qiyas
Beliau mempergunakan qiyas dikala darurat
saja. Apabila beliau tidak mendapat hadis, atau pendapat sahabat tak ada pula
hadis mursal dan dla’if menurut pengertian diatas, beliau mempergunakan qiyas.
Dan beliau tidak mau memberi fatwa dalam sesuatu masalah yang belum diperoleh
keterangan dari salaf.[7]
[3]Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, Yogyakarta, Teras,
2009,
[6]Ade dede rohayana, Ilmu Ushul Fiqih,(Pekalongan,STAIN pekalongan
PRESS,2006)
[7] TM Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Filsafat, (Semarang, PT Pustaka Rizqi Putra,1997)
PRESS,2006)
[7] TM Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Filsafat, (Semarang, PT Pustaka Rizqi Putra,1997)
Comments
Post a Comment